Penerjemah: Flykitty
Proffreader: Flykitty
Chapter 6
Petualangan di Pertengahan Musim Panas
Setelah ujian berakhir dan hasilnya ditempel di papan pengumuman akademi, aku pasti sedang menatapnya dengan tatapan kosong seperti rubah Tibet yang putus asa…
───────────────────────
Pengumuman Nilai Akhir Kelas Dasar
Super Paling Unggul: Nord Vilance
Unggul: Elise Madadaria
Baik: Glen Enjou
・
・
・
Buruk: Cain Swope
───────────────────────
Bagaimana bisa jadi begini?
Aku benar-benar cuma ingin nilai yang biasa saja—tidak terlalu tinggi, tidak terlalu rendah—tapi semua ini kacau gara-gara ulah Cain dan salah pahamnya Elise.
"Uwooooh─────! Aku dapat nilai baikan saja sudah keajaiban!! Dan bisa tepat di bawah Nord-sama dan Elise-sama itu… ini panas banget rasanya!!"
Di sampingku, Glen ribut kayak mantan atlet tenis profesional yang terlalu bersemangat sampai kepalaku rasanya mau meleleh.
"Aah… meski Nord-sama mendapatkan predikat super paling unggul yang hanya muncul sekali dalam seratus tahun, kau tetap sama sekali tidak puas. Betapa luar biasanya keinginanmu untuk terus berkembang!"
Bukan itu. Aku cuma sakit kepala karena kalian berdua (kau dan Cain) tidak kunjung jadian seperti yang aku rencanakan…
Elise, yang akhir-akhir ini rajin datang ke kamarku, mengurusiku seperti istri yang tinggal masuk rumah saja, lalu memerah malu wajahnya kalau teman sekelas menggoda—itu semua membuat salah pahamnya makin menjadi.
Sebaliknya, aku bahkan tidak paham kapan dia punya waktu belajar, tapi ternyata nilainya selalu tinggi juga…
"Hmph, jangan meremehkanku. Kemampuanku masih jauh lebih tinggi! Suatu hari nanti, aku akan menunjukkan kekuatan sejatiku padamu."
"Baik!"
Karena aksi koreksi sifat jelekku, tanpa sadar aku berdiri dengan kedua tangan dipinggang sambil membusungkan dada, dan Elise mendengarkan dengan mata berbinar seolah aku mengatakan sesuatu yang hebat.
Betapa polosnya dia!
Tunggu——!? Aku sadar ketika hampir terpesona oleh senyum malaikat Elise.
Bisa jadi Elise sengaja memanjakanku supaya aku besar kepala lalu jatuh sendiri!
Nyaris saja aku tertipu. Tapi aku sudah pernah berurusan dengan cewek-cewek yang suka memberikan harapan palsu di kehidupan sebelumnya…
Sejak kapan aku mulai mengira gadis secantik Elise benar-benar menyukaiku tanpa syarat?
"Hei kalian semuaaa───! Meski liburan musim panas sudah tiba, jangan pulang ke rumah lalu bersenang-senang berlebihan! Terutama kalian murid Akademi Pahlawan—jangan lupa kekuatan yang kalian miliki tidak bisa dibandingkan dengan orang biasa!"
Saat kami berisik di depan papan pengumuman, Doan muncul dengan gaya guru yang memberi peringatan sebelum liburan.
Kau juga begitu!
Aku menatapnya dengan tajam, dan dia gemetar lalu pura-pura tidak melihatku. Lalu malah memaksa semua murid selain aku dan Elise pergi ke aula upacara.
Di aula, Lilian berdiri seperti patung Dr. Clark yang sedang menunjuk, lalu berkata:
"Siapa yang menguasai musim panas, dialah yang menjadi pahlawan! Itu saja."
Sungguh pidato yang membuatku ingin mengenakannya kostum Hot Limit. Karena ia mengakhiri upacara dengan cepat, pasti ada pesta dansa atau pesta teh setelah ini.
Upacara penutupan berakhir tanpa masalah, dan aku seharusnya bisa menyambut liburan musim panas dengan tenang—tapi sebuah kejadian terjadi.
"Aku akan pulang ke rumah keluarga Vilance."
"Baik."
Saat aku mulai berkemas di kamar, Elise berdiri di sampingku dengan kedua tangan di dada, tampak gelisah. Beberapa saat kemudian, dia mengganti seragamnya dengan baju pelayan, dan berdiri sambil membawa koper perjalanan satu buah.
"Begitu ya? Maaf aku tidak kepikiran. Kalau soal uang, aku bisa memberimu. Cepatlah kembali ke rumah bangsawanmu dan berbaktilah pada orang tuamu."
Ketika aku mencoba memberikan kantong berisi sepuluh ribu koin emas, dia menggelengkan kepala sekuat tenaga.
"Hmph, kurang ya? Dasar rakus. Kalau dua puluh ribu bagaimana?"
"Bukan itu! Bukan soal uang!"
"Kalau begitu perhiasan? Aksesori? Tunggu sebentar, di jalan nanti kita mampir ke toko dan aku belikan apa pun yang kau mau."
Dia kembali menggeleng keras.
"Aku ingin bersama Nord-sama."
"Oh, cuma itu?"
…Tunggu!? Apa yang kau bicarakan, Elise!?
———【Sudut Pandang Elise】
Aah… ini kedua kalinya aku pergi ke rumah Nord-sama.
Berbeda dengan dulu, sekarang aku seperti… dimiliki oleh Nord-sama.
Untuk berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Nord-sama menginginkanku… Lin mengajariku tentang apa itu "pakaian dalam pembunuh perjaka".
Namun Nord-sama tidak pernah menyentuhku. Beliau memang sering berbicara dengan kata-kata yang keras, tapi sikapnya selalu sopan, penuh wibawa, dan memperlakukan seorang wanita dengan hormat.
Seolah beliau menanggung dosa besar di masa lalu, Nord-sama kadang bersikap seakan dirinya jahat…
Aku tidak tahu apa yang beliau pikul, tapi aku ingin mendekatinya, memahami sebagian dari beban itu, dan berjalan bersama beliau.
Meski pasti sangat menyakitkan, Nord-sama tidak pernah menceritakan apa pun padaku… mungkin karena jarak kami masih terlalu jauh.
Aku ingin mengenal Nord-sama lebih dalam.
Sampai kami bisa menyatu seutuhnya…
———【Sudut Pandang Nord】
"Kenapa kalian berdua duduk di sisi kanan dan kiriku?"
Dalam perjalanan pulang ke rumah, di dalam kereta kuda, Elise dan Mari menempel di kedua sisi dudukanku.
Puni—purun♪
Kalau hanya dua orang, masih ada ruang. Tapi tiga orang berarti tubuh kami bersentuhan… dan lengan kiriku serta kananku ditekan oleh dua buah bukit lembut.
"Mari harus mengisi ulang kadar Onii-sama-nya."
"Kereta ini berguncang, jadi kupikir akan lebih baik jika duduk dekat."
Yang berguncang itu kalian berdua, tahu…?
Mari, yang tubuhnya seperti orang dewasa tapi hatinya masih loli, memang selalu manja padaku, tapi Elise yang menempel sambil malu-malu seperti ini membuatku benar-benar tegang.
Tidak perlu kusinggung bagian mana…
Aku berdiri perlahan agar mereka tidak menyadari kalau celanaku mulai menegang, lalu pindah ke kursi seberang. Tapi Mari langsung berlari kecil lalu duduk lagi di sebelahku.
"Kya!"
Elise hendak meniru Mari, tetapi saat itu roda kereta menabrak batu kecil dan tubuh Elise terjatuh tepat ke arahku.
"Nord-sama… i-ini…"
Spontan aku menangkap tubuh Elise, tapi kami malah jatuh ke belakang dan dia menimpa tubuhku… terutama bagian yang sedang tegang di pangkuan.
Dari balik pakaian pun terasa jelas kelembutan itu menekan penuh, membuatnya semakin keras dan membuat otakku mau meleleh.
"Sudah cukup. Jangan terus menindihku."
Dengan susah payah aku menahan diri agar tidak meneteskan liur karena terlalu nyaman, lalu mengeluarkan kata-kata itu.
Ucapkan saja bahwa nafsuku hampir diperas habis oleh Elise—itu rahasia!
"Aku mohon maaf. Menunjukkan hal yang tak senonoh seperti ini pada Nord-sama…"
Tapi karena Elise masih menindih pangkuanku, ditambah guncangan kereta, meski kami masih berpakaian, rasanya sampai mau melayang… enak sekali!
Haa… haa….
K-kuat sekali… Wajahnya polos, tapi betapa erotisnya dia, sang Saint!
Tepat ketika tinggal sedikit lagi, kereta berhenti mendadak.
Sungguh kejadian yang mengerikan… aku bingung harus merasa lega atau menyesal.
Kalau Elise terus mengguncangku seperti tadi, kepala bawahku pasti sudah mengeluarkan asap putih.
Suara-suara terdengar sampai ke dalam kereta.
"Kalian pikir bisa lewat wilayah kami tanpa bayar? Bayar jalan dulu, ya!"
Alasan kereta berhenti sangat sederhana: gerombolan bandit yang jelas-jelas tipe "hyahhaa!" itu mengelilingi kereta dan siap menyambut kami dengan kasar.
Aku mengintip dari jendela depan kabin. Moran, kusir kami, buru-buru bicara seakan tak ingin aku turun tangan.
"Nord-sama! Di sini biarkan aku—"
"Moran, kau tetap di sisi Mari. Aku akan berbicara dengan para manusia liar itu."
Moran mengangguk pada ucapanku dan mengambil pedang pertahanan diri di kursi kusir.
"Onii-sama!"
"Nord-sama!"
Kepada dua orang yang khawatir itu, aku berkata, "Apa pun yang terjadi, jangan keluar dari kabin. Rendahkan tubuh kalian." Lalu aku turun.
"Sejak kapan jalan raya jadi wilayah kalian? Aku belum pernah dengar."
"Mulai hari ini! Maaf nih sudah ganggu waktu enakmu, Tuan bangsawan. Tinggalkan dua wanita cantik itu dan semua barang bawaan kalian. Kalau kau patuh, paling tidak nyawamu kuselamatkan."
Aku bisa melihat Elise dan Mari mengintip pelan dari jendela.
"Eh? Orang-orang aneh itu nggak ada," kata Marianne.
"Iya… apa yang sebenarnya terjadi?" ujar Elise bingung.
Para bandit yang tadinya berdiri di depan Elise dan Mari tiba-tiba menghilang. Keduanya kelihatan kebingungan, tak mengerti apa yang terjadi.
"Kalian bicara hal yang lucu. Kalian sendiri sudah tidak berada di sini…"
"Apa-apaan yang kau—eh!?"
"Akhirnya sadar ya?"
Saat salah satu bandit menarik pedang besar dan hendak menyerangku, mereka malah menabrak kepala dan kakinya pada sesuatu yang tak terlihat.
Dari sisi mereka, mereka memang melihatku, tapi selain itu yang mereka lihat hanyalah pemandangan normal.
Dosa karena mencoba mengambil keluargaku… berat hukumannya.
Dengan sihir gelapku, [World Breaker], aku menjebak seratus bandit sekaligus.
"Se-sempit sekaliiii──!!"
"Tidak apa. Nanti juga terbiasa. Setelah seratus tahun di dalam, sihirnya akan menghilang."
"K-kalau begitu kami mati dong!"
"Lalu bagaimana dengan makanan!?"
"Ada, bukan? Makanan bernama kalian sendiri…"
Sihir ini bisa muat bahkan untuk seratus orang!
"Onii-sama, ke mana perginya orang-orang bodoh itu?"
"Nord-sama, orang-orang yang menyerang tadi… ke mana mereka…?"
"Tidak ada yang aneh. Barusan itu hanya ilusi buatanku. Sebagai murid Akademi Pahlawan, aku harus selalu bersiap. Pesanku cuma: jangan lengah… hahahaha."
Padahal sebenarnya, Elise hampir saja menyedot habis tenagaku…
Tak tega aku membiarkan Elise—apalagi Mari—melihat sampah masyarakat seperti itu terus-terusan, jadi kuputar cara aman.
Yang besar menelan yang kecil, sesederhana itu.
Begitu kereta kami memasuki wilayah Kekaisaran Vilance, suasananya berubah total.
"Moran, bukankah aku sudah bilang tidak perlu ada penyambutan?"
"Mohon maaf, Nord-sama… para warga ingin sekali menyambut Nord-sama yang meraih prestasi di Akademi Pahlawan…"
Di sepanjang jalan, warga berdesakan menyemut.
Aku berniat menyapa warga, agar mereka tak perlu repot dan bisa beristirahat saja.
"Dengar, kalian para rakyat jelata! Kalau masih ada waktu untuk menyambutku, gunakan untuk bekerja sekeras kuda! Dan bayarlah lebih banyak pajak kepada keluarga Vilance! Kalau mengerti, bubarkan segera kerumunan tidak berguna ini!"
Diubah ke bahasa Nord, ucapanku malah terdengar seperti memperlakukan mereka sebagai pengganggu, ditambah lagi aku justru memprovokasi mereka dengan berkata "bekerjalah lebih keras".
A-apa yang harus kulakukan…?
Kalau mereka marah dan menyerang kami…
Berbeda dengan para bandit, mereka datang untuk menyambutku…
"Uoooohhhhh─────!!"
"Nord-sama langsung menyapa kami!"
"Selama ini para bangsawan sebelumnya selalu menganggap kami budak… tidak, bahkan lebih rendah dari serangga, dan tidak pernah sekalipun menyapa kami!"
…Hah?
"Bahkan beliau menyemangati kami untuk terus bekerja keras…"
"Maaf untuk Wald-sama, tapi rasanya aku ingin Nord-sama cepat menggantikannya〜"
"Ssst, jangan keras-keras!"
Akhirnya kami disambut seperti pelari marathon, dengan para warga memenuhi sisi jalan sambil mengibarkan bendera seperti penonton yang mendukung, dan kami pun kembali ke kediaman.
"Ahh, sambutan ini seperti aku dan Nord-sama baru saja mengadakan pernikahan〜"
Elise menempelkan tangan ke pipinya dan terlihat senang sekali, tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya.
Aku pikir ini masalah besar ― aku menjadi lebih populer daripada ayahku, Wald, sang pemilik wilayah saat ini. Sesampainya di rumah, Wald memanggilku dan langsung memberi instruksi.
"Nord, pergilah ke Desa Metamin untuk memungut pajak menggantikan aku!"
Aku teringat… tentang kejahatan Nord dan akhir dari perbuatannya…
Dalam game, satu-satunya adegan yang menggambarkan jelas kejahatan Nord adalah kejadian di Desa Metamin.
【Kilasan Masa Lalu】
"Hanya desamu yang belum membayar! Kapan kalian akan melunasinya!?"
Di dalam tenda reyot tempat kepala desa tinggal, Nord duduk dengan malas sambil menyilangkan kaki, lalu menendang meja di depannya.
Cangkir kayu berisi teh herbal yang disiapkan kepala desa dengan segenap tenaganya berguling dan air panasnya terciprat ke tubuh kepala desa, tapi ia tetap menahan rasa sakitnya sambil tetap bersujud.
"Ayah!"
"Jangan mendekat."
Anak perempuan kepala desa yang masih muda berlari karena khawatir ayahnya terbakar, tapi kepala desa menahannya dan menyuruh istrinya membawa anak itu menjauh.
"Nord-sama, mohon maafkan kami… banjir kemarin menghancurkan tanggul, sawah kami hancur, bahkan persediaan makanan habis. Kami sedang kesulitan bahkan untuk hidup sehari-hari…"
Nord mengangkat jempolnya, memutarnya ke samping, lalu menggerakkan jarinya seolah menarik garis di depan lehernya.
"Hah? Itu bukan urusanku! Kami para bangsawan mempertaruhkan nyawa setiap hari demi melindungi kalian dari ancaman kaum iblis. Pajak adalah balasannya. Yang tidak bisa membayar… tidak pantas hidup!"
"Tentu kami memahaminya. Namun dengan kondisi kami sekarang…"
"Kalau begitu, biarkan aku menggunakan hak malam pertamaku. Berapa umur anakmu itu?"
Sambil menjilat bibirnya, Nord bertanya, dan kepala desa yang menyadari niat jahat itu langsung bersujud lebih dalam hingga dahinya menggesek tanah.
"Tolong… apa pun selain itu!"
"Apa? Tidak puas? Seorang sepertiku mau menanamkan benih pada gadis desa sepertinya. Kalian seharusnya berterima kasih!"
Nord menendang ibu sang anak dan menyeret gadis yang tampaknya masih remaja belasan awal ke dalam tenda.
────"T-tidak… tidaaak───!!"
Hanya teriakan sang gadis yang terdengar dari tenda.
"Tempat ini sudah tidak ada gunanya."
Para bangsawan dan pelayannya yang ikut bersama Nord sedang mengancingkan celana ketika Nord mengangkat tangan dan menyalakan api hitam di telapak tangannya untuk menghilangkan bukti.
Saat itulah—
"Norrddd────!"
Tiba-tiba Cain datang sambil membawa pedang suci dan menebasnya… tapi karena tidak bisa menarik kekuatan pedang suci, Cain justru dikalahkan Nord.
Adegan berikutnya hanya menunjukkan latar merah pekat seperti potongan kertas, pohon hitam, dan sesuatu yang bergelantung di sana.
Itu menjadi trauma bagiku.
Haa…Ke desa itu… rasanya berat sekali.
Saat masih hidup sebagai pekerja kantoran, aku juga tidak suka pergi ke kantor, tapi sekarang… hanya membayangkan kalau perbuatanku yang baik pun bisa berubah jadi kejadian menjijikkan karena "koreksi dunia", membuat kakiku semakin berat.
Kenapa tugas menghukum desa yang membangkang selalu menjadi tanggung jawab putra keluarga Vilance? Ini menyiksa sekali… Kalau hasilnya seperti di game, lebih baik aku tetap tinggal di akademi.
Meski berat hati, kereta tetap melaju tanpa berhenti dan akhirnya tiba di pinggiran Desa Metamin.
…Hah? Bukan tanah yang hancur karena banjir, seluruh ladang dipenuhi hijau sayuran dan emas gandum. Tanahnya terlihat sangat subur.
Kenapa desa yang miskin berubah jadi tanah subur?
Sungainya juga tidak terlihat tanda-tanda pernah meluap…
Dan lebih aneh lagi—
────Nord-sama〜!
────Kereta putra bangsawan datang───!
────Terima kasih banyak〜!
Para petani yang sedang bekerja melambai ke arah keretaku yang membawa lambang serigala hitam.
Aku… melakukan sesuatu?
Apa mereka berencana menyambutku, membuatku lengah, lalu meracuni makanan dan menusukku saat aku lemah?
Ini berbahaya.
Tidak boleh tertipu, meski Elise mungkin akan langsung percaya begitu saja.
Kereta berhenti di depan rumah kepala desa.
Di game, mereka tinggal di tenda lusuh, tapi apa yang kulihat sekarang berbeda.
Rumahnya dua lantai, terbuat dari batu dan mortar. Tidak semewah rumah bangsawan, tapi jauh lebih besar dari rumahku di kehidupan sebelumnya.
Para warga menghentikan pekerjaan dan mengikuti keretaku, lalu berkumpul bersama keluarga kepala desa yang keluar rumah untuk menyambutku.
Tidak ada yang membawa obor atau pisau, tapi dengan sejarah keluarga Vilance dan kejahatan Nord, aku tetap tidak boleh lengah.
Aku memegang gagang pedang sambil berjaga dan masuk ke rumah kepala desa. Di dalam rumah tidak semewah para bangsawan, tapi semua perabot lengkap, ada lukisan dan vas juga.
Begitu aku duduk, sama seperti dalam game, kepala desa menjelaskan alasannya.
"Berkat Nord-sama memperdalam dasar sungai ketika berkunjung, desa kami… tidak, semua desa di sekitar sini tidak pernah banjir lagi."
Lebih tepatnya, aku sedang berlatih memecah arus deras dengan Galians waktu itu…
"Kalau begitu, kenapa kalian menunda pajaknya!? Ada alasannya, katakan!"
"Ya. Kami mendengar Nord-sama akan kembali, jadi kami ingin menyampaikan rasa terima kasih kami bersamaan dengan pembayaran pajak."
Jadi… ini semacam kejutan?
Aku pun menerima sambutan meriah penuh makan dan minum. Tidak ada racun. Makanannya enak.
Kepala desa memohon agar aku menginap, jadi aku menaruh dua pedang di samping tempat tidur, dan memasang cincin mithril di keempat jariku.
Seperti knuckle duster, supaya aku bisa meninju kapan pun dengan kekuatan penuh.
Ditambah lagi, aku mengenakan mantel sebagai baju tidur. Kalau ada yang menyerang, bahkan kalau jumlahnya lebih banyak dari dugaan, aku tetap aman.
Saat aku mulai mengantuk, aku merasakan beberapa kehadiran di balik pintu.
"Kukuku… terlalu mudah ditebak. Sampai-sampai membuatku ingin tertawa."
Sepertinya mereka berencana menyerangku saat aku tidur.
Untuk memancing para bajingan tak bermoral itu masuk, aku pura-pura tidur seperti rakun. Begitu kudengar kunci kamar terbuka, beberapa orang masuk dengan sangat pelan.
Kupikir mereka sekadar mengintip… tapi ternyata mereka mulai berbaring di samping tempat tidurku.
Eh!?
"Umm… Nord-sama itu suka tipe gadis seperti apa, ya?"
Bisikan di telingaku membuatku geli entah kenapa.
Aku menyingkap selimut dan bangkit, lalu makin terkejut.
Ini campuran yang berbahaya!
"Seratus langkah kugeser standar moral sekalipun, serangan malam para gadis desa masih bisa aku maklumi. Tapi jangan campurkan istri orang di dalamnya!"
Meski wajah mereka terasa seperti tipe "wanita cantik penuh pesona", beberapa orang termasuk istri kepala desa ikut campur.
"Karena kami dengar Nord-sama adalah pria yang luar biasa perkasa dan tak kenal lelah…"
Haa… rupanya gosip mengikuti jalur game sama persis.
Saat aku berusaha menenangkan para gadis desa dan bonus tambahannya itu, seseorang yang duduk manis di samping tempat tidur menatapku.
"Senang bertemu denganmu, aku Eli ♡"
"Jangan pura-pura polos!"
"Aduh, ketahuan ya?"
"Jelas saja ketahuan!"
Hei kau! Elise! Jangan sembunyi menyamar di antara para gadis desa!
"Wow! Meski aku menyamar, Nord-sama tetap mengenaliku! Senangnya!"
"……"
Entah dia polos, alami, atau licik… aku benar-benar tidak tahu apa yang Elise pikirkan.
Para gadis desa akhirnya kupaksa pulang, tapi Elise yang terus menekan dan mendesak membuatku menyerah.
"Aku sudah lelah… terserah kamu saja."
"Terima kasih, Nord-sama."
Elise menatapku dengan lembut, senyumnya memantulkan kegembiraan dari nada suaranya. Dari caranya tersenyum saja, wajar dia disebut kandidat kuat untuk menjadi Saint.
Tapi di balik senyum itu, ia bekerja sama dengan Cain untuk membunuhku… jadi tetap saja aku tidak bisa menurunkan kewaspadaan.
Meskipun Nord telah "melatih"-nya, dalam game ia berulang kali menusuk jantung Nord dengan wajah depresi yang benar-benar rusak.
Berbeda dengan Elise penuh kegilaan dalam game, Elise yang ada di depanku sekarang benar-benar seperti malaikat yang turun ke bumi.
Orang desa menawari aku anggur buah dari Metamin, tapi karena harus berjaga aku menolak… namun ketika putri kepala desa yang menawari, aku teringat kelakuan jahat Nord dalam game, jadi menolak terasa tidak enak—dan tanpa sadar aku jadi minum lumayan banyak.
Dalam keadaan agak mabuk setelah pesta sambutan berakhir, aku masuk ke kamar yang disiapkan. Antara mimpi dan sadar, batasnya mulai kabur. Aku bertahan sambil berkata, "Aku tidak boleh tidur dulu daripada Elise!" tapi…
Kepalaku terangguk-angguk seperti burung yang sedang minum. Kelopak mataku menutup seperti pintu toko yang menurunkan shutter.
Saat kesadaran terputus sesaat, aku sudah menghajar Cain yang menentangku, dan dia terguling telentang di tanah.
"Kukuku… haa, haa… Cain, meski menyebalkan, kuakui kau hebat. Karena kau berhasil membuatku terdesak sejauh ini! Tapi mustahil kau bisa menang dariku."
Aku mengucapkan kata-kata bombastis pada Cain, padahal sebenarnya cuma pamer dan sok kuat, bahkan berdiri saja sudah ajaib.
Saat kugerakkan Cain yang pingsan, tubuhku sendiri langsung kehilangan tenaga dan aku ikut jatuh.
Dengan sisa tenaga yang tersisa, lalu menatap langit—dan Elise berlari menghampiri.
Benar-benar budak betina Nord.
Kupikir dia akan mengabaikan Cain dan langsung merawatku, tapi begitu ia duduk menunggangiku, ia berkata dengan suara mengguncang:
"Aku dipaksa olehmu… kau membuatku hamil…"
Air mata besar-besar jatuh ke pipiku.
Lengan kananku hilang dari siku ke bawah, lengan kiri memperlihatkan tulang dari luka terbuka, dan aku bahkan tidak bisa memegang pisau atau ramuan. Kaki kananku pun mati rasa—mungkin hilang juga…
Bahkan berat tubuh Elise yang sekecil itu pun terasa menyakitkan.
Ah… aku pernah melihat adegan ini.
Ini ending yang mana, ya?
Kalau tidak salah, setelah menghamili Elise, Nord memaksanya menggugurkan kandungan dengan cara kejamseperti memukul perutnya.
Jujur, itu bukan perbuatan manusia, dan aku sangat membenci Nord karena itu.
"Selamat tinggal, Nord… kalau saja kau punya hati…"
Pisau putih berkilau terangkat. Elise menggenggam gagangnya dengan kedua tangan, dan membenamkan niat membunuhnya padaku.
"Berhenti! Kau sendiri tidak menginginkan anakku! Aku hanya memenuhi keinginanmu—guh! Guh! Guh!"
Tusukan Elise menghantam jantungku. Rasa sakitnya begitu brutal sampai tubuhku menjerit sendiri meski syarafnya sudah mati rasa.
Meski aku jelas akan mati kalau dibiarkan begitu saja, Elise tetap menusuk jantungku berkali-kali.
"Selamat tinggal, Nord. Aku akan membencimu seumur hidup sambil terus hidup."
"Eliseee… aku tidak mau mati…"
Aku meraih ke arahnya dengan seluruh tenaga tersisa, tapi tidak pernah sampai, dan tusukan terakhir memutuskan kesadaranku lagi.
Hah!? Hm? Hujan?
Bukan.
Aku dibunuh Elise, dan ketika bangun, wajah orang yang membunuhku dalam mimpi itu sedang menatapku dari dekat. Ternyata bukan hujan—itu air mata Elise yang jatuh ke wajahku.
Dalam posisi merangkak di atasku, Elise menangis sambil berkata:
"Aku tidak akan membunuh Nord-sama. Kalau sesuatu terjadi pada Nord-sama, aku juga akan mengikutimu sampai mati."
Jangan-jangan Elise mendengar semua omonganku saat tidur?
Di matanya hanya ada aku, dan mata sebening itu sama sekali tidak tampak seperti sedang berbohong.
Aku tidak tahu sejauh apa dia mendengar mimpi burukku, tapi dia pasti mendengarnya…
"Jangan seenaknya membunuhku, dan kau hidup saja sesukamu. Kalau kau ikut mati, meski aku mati karena usia tua sekalipun, aku tidak akan bisa mati dengan tenang!"
Untuk tidak tersentuh, aku membalas dengan kata-kata tajam. Sekalian aku mencoba mengungkapkan kebenaran.
"Soalnya aku dibu… dibu…"
"Dibu? Ah, kau tidak suka dipermainkan olehku ya! Tidak apa, aku tidak akan muncul di depan Nord-sama. Aku akan selalu ada di sisimu."
Elise terkikik, tampaknya berniat terus menjadi maid yang setia. Tapi kekuatan dunia menghalangiku mengungkapkan kebenaran.
"Kalau kau berani mengatakan kelemahanku pada siapa pun, kau kupecat. Tidur dan lupakan semuanya."
"Baik! Aku akan langsung lupa. Selamat malam, Nord-sama."
"Ya."
Elise memberi ciuman malam seperti yang dulu Meina-san lakukan waktu aku kecil, lalu pindah ke ranjang di sebelahku.
Sial, semua yang dia lakukan itu curang.
Aku membalikkan badan agar tidak tersentuh hatiku lagi, sambil berpikir.
Setahuku, Elise menyukai pria kuat. Dalam game, dia jatuh hati pada Cain karena meski berkali-kali dikalahkan Nord, Cain tetap bangkit tanpa menyerah.
Dan semakin aku sok kuat dengan gaya bicara Nord, semakin matanya berbinar ke arahku. Sekarang setelah aku jadi Nord, ia memandang Cain yang lemah seperti sampah atau kecoak.
Aku memperlihatkan hal memalukan karena mimpi buruk itu. Dia pasti akan meninggalkanku suatu hari!
Rencanaku sempurna sampai-sampai walau mobil melaju kencang di tanjakan dengan drifting liar, air dalam gelas kertas pun tidak akan tumpah…
Pagi tiba.
Sesuai dugaanku, Elise tidak ada di ranjang sebelah.
Begitu ya, semuanya terbongkar dan dia meninggalkanku…
Bagus! Sekarang aku bisa menikmati kehidupan lambat isekai tanpa memikirkan death flag! Kupikir begitu sambil mengepalkan tangan—
Hah!?
"Auuun… Nord-sama… selamat pagi."
Suara yang terdengar berasal dari arah berlawanan dengan tempat tidur Elise.
Sejak kapan───seolah-olah aku keliru mengira dia tidur di ranjang sebelah?
Elise ternyata tidur menempel denganku di ranjang yang sama. Dan dia mengenakan negligee tipis transparan, hanya memakai celana dalam, tanpa mengenakan apa pun yang menutupi tubuhnya…
────【Sudut pandang Elise】
Aku tak menyangka Nord-sama menyimpan kegelapan sedalam itu di dalam hatinya. Nord-sama yang selalu menutup hati dari diriku seperti es…
Sedikit demi sedikit saja tak apa, sampai es itu mencair dan Nord-sama menoleh padaku, aku tidak berniat menjauh dari sisinya.
Sekarang aku tidak butuh kedudukan, kehormatan, atau uang. Aku hanya ingin berada di sisi Nord-sama.
Tapi melihat betapa waspadanya Nord-sama terhadapku… seolah kami di kehidupan sebelumnya pernah menjalani cinta yang besar lalu berakhir tragis sebagai sepasang kekasih…
Ah… kalau begitu, di kehidupan ini aku ingin menikah bahagia dengan Nord-sama. Mungkin aku terlalu banyak membaca novel seperti itu.
Bahkan suara napas Nord-sama membuatku merasa damai.
Aku teringat masa kecil, ketika bisa tidur nyenyak saat Ibu mengusap kepalaku.
Karena itu aku duduk di sisi tempat tidur Nord-sama yang sedang tidur, dan mengusapnya meski ia sedang mengenakan mantel seperti besi tempur.
Lalu, apa yang terjadi!?
Mantel tempur itu mengelupas dalam sekejap, dan Nord-sama hanya tersisa pakaian tidurnya.
Saat kusentuh perlahan, dada datarnya membuatku berdebar tanpa sadar.
Suatu hari aku ingin dipeluk oleh dada Nord-sama dan menyembunyikan wajahku di sana.
Dengan perasaan itu, aku menempelkan wajahku tepat ke dadanya. Detak jantungnya yang terasa "duk… duk…" membuat detakku sendiri berlari lebih cepat.
Kalau sekarang… mungkin aku bisa merasakan Nord-sama lebih dekat lagi.
Kupindahkan rambutku yang menutupi pandangan, menyelipkannya ke telinga, lalu menatap wajah rupawan Nord-sama yang selalu aku kagumi.
"Kau tidak perlu takut padaku. Aku adalah budak betinamu, Nord-sama…"
Semakin kulihat, semakin aku jatuh cinta. Mungkin Nord-sama akan terbangun jika kuberi ciuman.
Hanya membayangkannya saja membuat suara detak jantungku menggema.
Nn…Dengan mata tertutup, aku mendekatkan bibirku perlahan ke bibir Nord-sama, lalu menyentuhnya.
Memberikan ciuman pertamaku kepada Nord-sama membuat rasa bahagia berputar di seluruh tubuh.
Berbeda dari mata birunya yang sedingin es, hanya dengan mencium bibirnya, bibir itu terasa semanis madu dan panasnya seperti ingin melelehkan seluruh tubuhku.
Di hadapan Nord-sama, aku sudah seperti telanjang bulat…
Haa… haa… aku bisa ketagihan… aahh… padahal tidak boleh… ♡♡♡
Tanpa sadar aku terus melahap bibir Nord-sama berkali-kali.
Tinggal ku pulihkan mantelnya yang terkelupas tadi dengan Perbaikan dan selesai!
Setelah itu aku tinggal berpura-pura mengantuk… dan tidur sambil memeluknya!!
────【Sudut pandang Nord】
Benar-benar Elise itu tidak boleh lengah barang sedetik pun… tapi untung ada mantel ini!
Begitu selesai memastikan tubuhku tidak mengalami kerusakan,
────Gerombolan monster!!
Terdengar teriak seseorang, kemungkinan warga desa, bergema di seluruh desa.
Kulihat dari jendela, seorang gadis desa sudah terkepung goblin dan terduduk ketakutan, tak bisa bergerak.
"H-hiih… ja… jangan datang, jangan mendekat…"
───Ggigigigi… perempuan… perempuan… perkosa…
"Remuklah! Galians!"
Aku meraih Galians di sisi bantal dan mengayunkannya dari depan jendela. Mata pedangnya yang terhubung rantai terurai, memanjang ke arah goblin. Galians merayap seperti ular dan melilit para goblin.
"Remukkan! Galians!"
───Gyaaaaaa!!
Begitu aku berteriak, rantai yang memanjang itu menyusut seketika, meremas tubuh puluhan goblin dan mengubahnya menjadi gumpalan daging bercampur darah hijau.
Saat aku menebaskan darah dari Galians, monster-monster lain bermunculan dari arah yang tak diketahui, mengepung desa sepenuhnya.
Di seberang kedua sungai yang mengapit desa Metamin, jumlah monster tak terhitung, dan tak ada lagi jalan kabur.
"Apa yang kau lakukan? Cepat masuk ke rumah!"
"Te-terima kasih… Anda siapa…?"
"Aku Nord. Tidak kelihatan?"
…Ah, aku masih memakai mantel ini.
Keluar rumah memakai kostum mirip rival tokusatsu pagi Minggu begini membuatku tiba-tiba malu sendiri.
Aku jelas bukan tipe yang bisa cosplay di depan umum. Tapi melihat jumlah monster sebanyak itu, aku tidak bisa memikirkan hal-hal remeh.
Mungkin ada seseorang yang mengirim mereka karena tahu aku ada di sini… tapi keselamatan Elise dan para warga jauh lebih penting sekarang.
"Elise, kau tetap di sini. Lindungi warga desa."
"Kalau Nord-sama?"
"Aku akan membantai monster-monster itu."
"Aku juga ingin bersama Nord-sama…"
Dia salah paham seolah aku bicara seakan kami akan berpisah selamanya, dan menggenggam tanganku erat-erat.
"Jangan sombong gitu! Meski kau mendapat nilai tertinggi setelah aku, kau tetap jadi penghalang! Kalau kau ingin bertempur denganku, latih dirimu seratus kali lipat lebih keras lagi. Sekarang cepat kumpulkan para warga dan sembunyi!"
"Tapi, Nord-sama…"
"Kau pikir aku akan kalah?"
Elise menggeleng cepat berkali-kali menanggapi pertanyaanku.
"Semoga keberuntungan menyertaimu."
"Tentu saja. Malam ini aku akan menyajikan steak naga untukmu dan para warga."
"Baik!"
Berapa pun jumlahnya—bahkan puluhan ribu monster—kalau aku sendiri, tidak masalah.
Tapi melindungi nyawa warga dan tanah yang mereka jaga membuat tingkat kesulitan naik drastis.
Lelaki desa dan Moran sedang menjaga sisi lain, tapi jumlahnya terlalu banyak untuk ditahan lama.
Ya, ini bagus. Akhir-akhir ini di Akademi Pahlawan aku harus menahan kekuatanku terus-menerus. Stres menumpuk.
Aku melompat ke menara penjaga desa dan mengaktifkan skill.
【Mata Iblis】
Iris mata kiriku memunculkan lingkaran sihir. Pandanganku memfokus seperti scope dan aku bisa melihat kondisi seberang sungai dengan jelas.
"Hm, beastman kucing rupanya…"
Mata iblisku menangkap seorang beastman perempuan dengan telinga kucing yang memimpin barisan monster.
Aku mengenalnya.
Salah satu dari Empat Jenderal Raja Iblis Azrael dari Benua Franoa—Mao.
"Apa dia bilang… hmm. Susun formasi dan buatlah jembatan.… begitu ya."
Dengan membaca gerakan bibir Mao, itu yang ia perintahkan pada para monster.
Heh, tidak buruk.
Untuk memindahkan pasukan monster bertipe darat ke seberang dengan cepat, itu strategi terbaik.
Kalau lawannya bukan aku, sih.
Semut raksasa sebesar anak anjing mulai saling menumpuk, menjadikan tubuh sesamanya sebagai pijakan, membangun tinggi seperti tangga parade pemadam kebakaran.
Begitu tangga besar dari tubuh mereka terbentuk, mereka menjatuhkan diri sekaligus, membuat jembatan tubuh berwarna karamel.
Lalu goblin dan kobold, para monster kecil itu, melompat ke atas jembatan berwarna karamel dan mulai berlari.
────Buru manusia!!
Pada saat monster pertama menginjak tepi sungai sisi desa,
"Aduh, sayang sekali. Upah untuk menyeberangi sungai ini adalah nyawa kalian."
【Busur Hitam — Over Limit】
Aku muncul tiba-tiba di atas tanggul sisi desa, lalu melepaskan tebasan yang diberi tambahan sihir.
Permukaan sungai yang tertutup jembatan karamel itu terbelah oleh tebasanku, dan monster yang sedang menyeberang terpotong tubuhnya sambil dibakar oleh api hitam. Api itu kemudian menyambar monster lainnya.
Bukan hanya itu—tebasanku juga merobek tanggul di sisi seberang.
"Fuhahaha! Monster peringkat S pun seperti sampah belaka!!"
Adegan mirip sekawanan kerbau Afrika yang mencoba menyeberangi sungai lalu terseret arus muncul di kepalaku. Banyak monster tersapu oleh arus kuat sungai yang menuju laut, terbawa seperti barang kiriman.
Wyvern dan griffon, para monster tipe terbang, dengan susah payah mengangkat Mao dan monster tipe darat lainnya ke udara.
Serangan langsung.
Menghabisi musuh dalam sekejap dengan kekuatan sihir besar dan teknik pedang yang sangat tajam—itulah keahlian Nord.
Aku mengikuti cara itu dan…
"Runtuhkan gunung, belah lautan, tembus langit. Rasakanlah dengan baik… 【Gelombang Kegelapan】 yang lebih kelam dari hitam itu!"
Zunnn!!!!
Dari tubuhku memancar sinar hitam pekat berukuran raksasa—meski hanya berlangsung beberapa detik. Ketika kusapu sinar itu melingkar ke arah langit, monster yang memenuhi udara menguap satu demi satu.
【Gelombang Kegelapan】 melahap para monster, dan langit yang tadinya hitam pekat kembali menjadi biru cerah seperti semula.
Angkat, lalu jatuhkan.
Itu dasar, kan. Dalam game fighting jadul, teori semacam ini mungkin sudah usang… tapi di isekai ternyata masih berlaku.
Kalau aku lepaskan semua kekuatanku sembarangan, seluruh Kerajaan Akkasen bisa tersapu habis, jadi strategi ini yang paling aman.
Sisa monster yang kalah mulai melarikan diri.
Aku menang! Desa juga berhasil kulindungi dengan baik.
Namun aku lagi-lagi mengeluarkan bahasa Nord…
"Dasar bodoh! Dengarkan baik-baik! Kalau ingin mengalahkanku, sepuluh ribu itu tak ada artinya. Setidaknya bawa sejuta, itu pun harus pasukan elit terbaik!!"
Kenapa aku malah sok-sokan memprovokasi!?
Gawat. Ini pasti tanda-tanda kematian… kan…?
Saat aku memegangi kepala, Elise berlari padaku sambil terengah-engah.
"Nord-samaaaaa!!"
"Monster selevel itu hanya akan membuat teknik pedangku tumpul."
"Tapi, apa tidak apa membiarkan para monster yang kabur itu?"
"Fuhh… apa kau pikir aku akan membiarkan musuh-musuh yang menantangku hidup begitu saja? Aku sudah menanamkan Pelacak pada mereka. Seekor semut pun tak akan lolos."
Mengabaikan kekhawatiran Elise, aku menempelkan tangan ke dahi dan menatapnya dari sela-sela jariku sambil berbicara dengan gaya yang terlalu dramatis.
Sepertinya aku terlalu bersemangat saat bertarung dan penyakit chunni-ku kambuh. Kepala desa yang mendengar percakapan kami pun kagum.
"Ohh… betapa dapat diandalkannya… Penilaian kami memang tidak salah. Nord-sama sungguh layak disebut Pahlawan Hitam."
Hah? Apa itu Pahlawan Hitam?
Aku bahkan belum lulus Akademi Pahlawan, tahu…
Dan kalau aku dapat gelar aneh begitu, Cain bakal cemburu, pasukan Raja Iblis pasti mengincarku, dan jujur saja itu… sangat tidak bagus.
Dalam perjalanan pulang dengan desa yang kembali tenang, aku menemukan seorang bocah lelaki yang tampak seperti shota, sepertinya tadi diserang para monster.
Aku menyentil tubuhnya dengan tongkat.
"Tak ada jawaban. Seperti mayat."
"Belum mati!"
"Ooh!? Masih hidup rupanya…"
Benar juga, Graham pernah bilang kalau daya tahan tubuh Cain dibuat setara undead.
"Apa urusanmu di wilayah keluarga Vilance? Berjalan telanjang begitu, nanti dikira monster dan dibunuh, tahu."
"Diam! Kau tidak hanya menjaga Elise-ku dengan tidak baik, kau bahkan menggoda gadis-gadis desa! Orang seperti itu tidak pantas berada di Akademi Pahlawan!"
"Aku menyerahkan Elise pada dirinya sendiri. Dia datang ke kamarku karena keinginannya sendiri."
Soalnya, meski aku bilang "jangan datang!", dia tetap datang. Aku sudah tidak bisa apa-apa lagi.
"Bohong!!"
"Fufufu… kelihatannya dibanding aku, kaulah yang lebih suka mengejar gadis desa. Sebelum memanggilku pembohong, sembunyikan dulu barangmu itu. Elise yang kau cintai saja tidak bisa memandangmu."
"A—apa!?"
Aku melemparkan sapu tangan untuk menutupi selangkangannya, dan si pahlawan mesum itu buru-buru menutupinya.
Pada sang ksatria selangkangan tipis itu, aku menyodorkan senjata yang kupungut di jalan karena kasihan.
"Kalau kau pahlawan sejati, jangan biarkan senjatamu direbut dengan mudah. Padahal aku sudah memberimu repl— ehem!"
Nyaris saja aku membocorkan kalau itu pedang suci replika buatan Nord, jadi aku buru-buru menutup mulut.
Menjelaskan hal lucu begitu terlalu sayang kalau dibocorkan.
Mungkin aku sebenarnya lebih jahat dari Nord.
Meski tidak perlu, Elise turun dari kereta dan menunjuk Cain.
"Cain! Tidak boleh kau berbicara buruk tentang Nord-sama! Nord-sama melawan sepuluh juta monster tanpa menghiraukan nyawanya, dan menjadi Pahlawan Hitam!"
Eliseeee!!!!
Prestasi asliku cuma setara ramen anak-anak, tapi dia menaikkannya sampai level Ramen Jirou full topping…
Dan gelar Pahlawan Hitam jadi makin melekat pula.
"Bohonggg!!!!"
"Itu sungguh sungguh benar."
Tidak, itu bohong…
Bohong! Berlebihan! Menyesatkan! Aku tahu dia ingin mengangkatku, tapi efek sampingnya terlalu berat…
"Ayo Nord-sama, mari kita kembali!"
"…"
Hah? Eh? Cain dibiarkan gitu aja?
Elise menarik tanganku ke kereta dan naik tanpa ragu seperti maid di rumah sendiri. Ia bilang "tolong" pada kusir, dan sebelum aku sadar, kereta sudah berangkat.
"E-Elise… jangan tinggalkan aku…..!!"
Cain terjatuh dan belepotan lumpur, tapi Elise tak menoleh sekalipun.
Sementara itu aku hanya bisa kasihan melihat Cain yang mengejar kereta hanya memakai sehelai kain tipis.
────Di depan gerbang utama Kediaman Duke Vilance.
【Perjalanan belum berakhir sampai kau tiba di rumah】
Melihat pemandangan di depan mata, kata-kata itu tiba-tiba muncul dalam pikiranku.
"Apa yang sedang kau lakukan?"
"Miyaa~n♪"
Aku sengaja membiarkannya kabur seperti sedang membiarkan ikan memancing umpan, tapi karena begitu terang-terangan, bahkan tawa pahit pun tak keluar…
Ketika kereta hampir beberapa ratus meter lagi mencapai gerbang utama, di sana ada Mao, seorang beastman dengan telinga hewan putih dan ekor bergaris putih-hitam.
Dan parahnya lagi, Mao masuk ke dalam sebuah kotak kayu yang pas menutupi tubuhnya seperti anak kucing terlantar, lalu dengan enteng bilang, "Aku sudah keluar dari pasukan raja iblis!"
Saat aku menatap Mao dengan mata setengah iba, dia tampak santai sekali.
Kenapa ya, orang-orang yang dengan mudah meninggalkan posisi manajerial selalu berakhir mendatangi aku…
"Kau itu, pura-pura menyedihkan begitu supaya menarik perhatianku, kan!"
"Ng— nggak bisa keluar! Keluarkan aku! Nord, heeei!"
Mantan salah satu dari Empat Raja Langit pasukan raja iblis itu terjebak di kotak yang pas menutupi pantatnya dan nggak bisa keluar.
Kalau boleh jujur, ini anak bodoh banget, kan…
"Aku ingin menyesali sedalam-dalamnya bahwa aku pernah bertarung serius dengan orang menyedihkan sepertimu…"
──── Kamarku.
Elise tampak menatap Mao sambil menilai kira-kira dia itu siapa, dan dia kebingungan karena Mao—padahal dia mantan Empat Raja Langit—tapi malah bersikap terlalu akrab.
"Dia teman lamaku."
"Benar benar."
Aku mengatakan sesuatu yang asal-asalan untuk mengaburkan keadaan.
Bukan hanya Elise, tidak ada seorang pun di rumah ini yang tahu siapa Mao sebenarnya, dan kalau sampai tahu, pasti akan jadi masalah besar.
"Apa? Katanya saat kau menyampaikan soal kekuatanku dan meminta bala bantuan, mereka hampir memaksamu memotong jarimu?"
"Iya iya. Kekuatan Nord itu aneh! Bahkan dia aja nggak bisa menang."
Memotong jari… itu geng mana sih…
"Tapi bagaimanapun, untuk ukuran beastman kucing, kau cukup kuat ya."
"Bukan kucing! Harimau! Dan aku harimau putih!"
"Nih, makanan kucing!"
"Nyaa!?"
Saat aku melemparkan sepiring perak berisi lumatan ikan putih, Mao menangkapnya dengan mulutnya dengan sangat lincah.
"Kau itu kucing."
"Bukan kucing nyaa… enak…"
Sepertinya sejak keluar dari pasukan raja iblis, Mao nggak makan dengan benar, jadi setelah menghabiskan makanan kucing itu, dia menyatukan kedua tangannya di depan piring.
"Mao, kau itu meremehkan dunia kerja. Hanya karena sekali dimarahi atasan lalu langsung berhenti itu nggak masuk akal! Kembali dan ulangi dari awal!"
Jujur, aku ingin mengajarinya panjang lebar soal betapa seringnya aku dimarahi atasan di kehidupan sebelumnya.
"Nggak mau. Aku akan tinggal di sini sampai Nord mau memeliharaku."
"Aah! Sudahlah! Kenapa semua orang pada mau dipelihara olehku sih! Aneh banget!"
Saat aku berteriak sambil pasrah, seorang pelayan pendamping Wald datang dan memberi tahu aku.
"Nord-sama, Tuan memanggil Anda."
"Baik, aku segera ke sana. Mao! Urusanmu nanti saja. Tunggu aku kembali."
"Baik….."
Dengan wajah kesal, Mao patuh mengikuti para pelayan dan dikirim ke kamar tamu.
──── Ruang kerja Wald.
"Serangan massal monster, kau bilang?"
"Iya, semuanya sudah kuurus."
"Begitu ya. Tapi Nord, jangan besar kepala. Melindungi desa terpencil yang bahkan udaranya dingin saja tidak akan memberi pengaruh apa pun bagi keluarga Vilance…"
Sudah menyuruh anak-anak bekerja, dan masih begini juga…
Saat Wald tampak hendak memulai ceramah panjang yang cerewet dan kritik, tiba-tiba pintu ruang kerja diketuk.
"Wald-sama, ada kabar mendesak!"
"Apa? Aku sedang memarahi anak bodohku di sini!"
"Itu juga berkaitan dengan Nord-sama!"
Wald mendengus keras lalu mengizinkan pelayan itu masuk. Pelayan berhenti sejenak, memberi hormat pada kami, lalu membuka pintu balkon lebar-lebar, dan menyingkir sambil berlutut di sisi.
"Silakan lihat! Ini adalah upeti dari desa Metamin!"
Di depan telapak tangan pelayan yang menunjuk, terlihat deretan kereta penuh muatan dari desa Metamin yang bergerak tanpa putus, dan seluruh barang itu sedang dibawa ke gudang harta keluarga adipati.
"Apa!? Apa katamu!? Jangan bilang kau yang melakukan ini!?"
"Iya, selevel ini… bagiku cuma sarapan… atau bahkan makanan setelah puasa pun masih ringan."
Wald, yang penuh kompleks rasa rendah diri, menggertakkan gigi begitu keras hingga wajahnya yang sensitif tampak berkerut.
Dan juga, aku telah menangkap salah satu petinggi bodoh pasukan raja iblis, tapi karena itu akan jadi noda terbesar hidupku, aku memutuskan untuk tidak menyebutkannya.
Awalnya aku tidak berniat pulang, tapi setelah melihat wajah Wald, aku jadi tahu sesuatu dan merasa beruntung sudah kembali.
Dari ekspresinya saat mendengar kabar serangan monster, dia benar-benar terkejut.
Tujuan sebenarnya Wald mungkin adalah membuat para pemuda desa melakukan hal-hal keji, lalu membakar desa, sebagai pelajaran tentang kekejaman seorang pemimpin wilayah.
Kalau begitu, siapa yang memanggil begitu banyak monster itu?
"Meski kesal, aku tak bisa tidak mengakui jasamu… Aku bahkan tak mau melihat wajahmu, jangan muncul di depanku untuk sementara! Pergilah liburan atau semacamnya!"
"Walaupun kau tak bilang sekalipun, aku memang mau pergi."




Post a Comment