NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Igirisu Eikoku Kanojo Volume 1 Chapter 6

Chapter 6 - Bertukar nomor telepon dan pergi belanja bersama


"Hei, Hiragi. Lain kali, kalau mau mengajakku pulang. Bilang dulu dari awal."

Saat ini, kami sedang perjalanan pulang sekolah. Berbaur dengan siswa/i lain.

Matahari sore mulai terbenam, menandakan bahwa malam sebentar lagi datang. 

“U-Um, apa aku mengganggumu?" 

Hiiragi yang berjalan di sampingku dengan malu-malu bertanya.

Hari ini, kami pulang bersama. Tentu saja, kejadian seperti sebelumnya tidak akan terjadi lagi karena kami tinggal di apartemen yang sama.

"Tidak, bukan itu maksudku.. Hanya saja.."

"Apa? Wajahmu itu jelas mengatakan bahwa aku menyebalkan, bukan?"

"Ya, kau menyebalkan."

"Tuh, kan!"

Hiiragi membuat wajah cemberut.

Tentu saja, itu merepotkan. Jika aku di undang olehnya 'Ayo pulang bersama.' dengan santai ketika di kelas.

Itu karena tatapan orang-orang di kelas sangat menyakitkan bagiku. Setiap kali aku terlibat dengannya di kelas, semua mata tertuju padaku.

Mungkin lebih tepatnya tertuju pada Hiragi? Lagipula, bagaimana dia bisa dengan santainya mengajak orang sepertiku pulang bersama?

Aku berbeda dengan Hiiragi, aku tidak terbiasa menjadi pusat perhatian. Jika ada, aku ingin mencoba yang terbaik untuk menghindarinya.

"Jika aku boleh jujur, aku senang kau mengajakku pulang bersama.."

"B-begitukah..?"

"Ya.. Jadi, lain kali kalau kau ingin mengajakku pulang bersama. Bilang padaku agar kita tidak terlalu menojol di kelas.."

"Baik.."

Hiiragi membuat senyum masam saat dia berjalan di sampingku.

“K-kalau begitu.. lain kali aku ingin mengajakmu pulang bersama. Bagaimana aku harus melakukannya dengan lebih baik?”

“Hmm, benar juga. Mungkin dengan menghubungi satu sama lain."

"Menghubungi satu sama lain?"

"Ya, dengan melakukan itu kita bisa memberitahu seseorang untuk bertemu di depan gerbang sekolah? Kurasa, sesuatu seperti itu."

"Begitu, ya.."

Itu adalah cara yang terbaik. Jika kau melakukan itu, kau tidak akan mendapatkan tatapan kecemburuan dari orang-orang di kelasmu. Sebaliknya, jika mereka melihatmu di luar sekolah, mereka semua akan melupakannya keesokan harinya... ...Tentu saja .

Jangan pedulikan itu, mereka semua hanyalah sekumpulan orang-orang idot!

“Komunikasi, ya ……”

Hiiragi sedang memikirkan sesuatu, meletakkan tangannya di dagunya dan merenung.

Untuk beberapa alasan, kami terus melanjutkan perjalan pulang, dengan suasan hening.

"K-kalau begitu, Kisaragi-san..."

"Hmm?"

Setelah memikirkan sesuatu, gadis suci itu mengangkat wajahnya dan membuka mulutnya, terlihat sedikit malu.

"B-Bisakah kita bertukar nomor HP?"

"Oke."

“Kamu langsung menjawab!?”

"Emang ada masalah, ya?"

"Tidak ada...... padahal aku sudah mengumpulkan keberanianku.."

"Apa kau mengatakan sesuatu?"

"Nggak ada!"

Kata terakhir yang Hiragi katakan tidak sampai ke telingaku. Atau, lebih tepatnya.. Apa yang gadis ini gumamkan?

Untuk saat ini, bertukar nomor telepon penting, kurasa.. Agar kejadian seperti ini bisa di atasi lebih baik. Tentunya, kita butuh komunikasi.

Tapi, kenapa dia tiba-tiba menjadi malu? Oh, mungkinkah...!?

“Hei, Hiragi.. Apa kau berniat menyebarkan nomor HPku di internet!?"

"Nggak mungkin lah!"

"Tidak mudah untuk menempatkan informasi pribadi secara online!”

"Sudah kubilang aku tidak akan melakukan itu!"

Ah, benar juga ....

Kalau dipikir-pikir, memang benar bahwa Hiiragi tidak akan melakukan hal seperti itu.

Hiiragi adalah gadis suci yang cantik, lembut, baik dan sangat populer di sekolah

.... Huh!?

“Oh, bukankah ide yang bagus bisa menjual nomor Hiragi kepada anak laki-laki?"

"Apa yang kamu pikirkan!?"

.... Upa, sepertinya arah pemikiranku salah arah.

Sial ...... pikiranku mulai eror! Tentu, sangat tidak sopan berpikir seperti itu terhadap Hiiragi!

"Sudah diputuskan, ayo kita tukeran nomor HP, Hiragi..."

“M-Mencurigakan.. Nggak jadi deh.."

"Kenapa!? Aku hanya bercanda kok! Aku tidak benar-benar berpikir seperti itu!"

"Gezz."

Untuk beberapa saat, Hiragi menatapku curiga. Namun,

"Baiklah.. Lagipula, akulah yang memintanya sejak awal."

"Apa?"

"T-tidak ada.. Ayo tukeran nomor HP!"

Mengatakan itu, Hiiragi mengeluarkan smartphone-nya.

“Eh, tidak apa-apa?”

Aku sedikit terkejut.

Sejujurnya, kupikir dia tidak akan mau bertukar nomor hp denganku setelah aku mengatakan itu. Tapi, dia sepertinya mempercayaiku, ya? 

"Yah, kalau Kisaragi-san melalukan sesuatu yang aneh terhadap nomor hpku. Aku akan melaporkannya pada Miyuki-san.." 

"Ugh..! Kumohon, jangan lakukan itu..."

Jika Toudou-sama mengetahui hal ini, aku sudah dipastikan terbunuh oleh gadis bar-bar itu!

Y-Yah, lagipula aku tidak memiliki niat untuk melakukan itu. Hanya bercanda....

"Sini, dekatkan smartphonemu."

“Oke..”

Setelah itu, ada notifikasi di layar smartphoneku yang tertulis 'Hiragi Stella'.. Segera, setelah itu. Aku menyinpannya.

“Fufu, akhirnya.. Aku punya nomor hp Kisaragi-san~”

Namun, setelah pertukaran berakhir, untuk beberapa alasan, Hiiragi memegang smartphone-nya dengan ekspresi senang.

Dia terlihat bahagia, tetapi terkadang dia tersenyum lebar sambil melihat layar smartphone berkali-kali.

"Apa yang membuatmu begitu bahagia?"

Ketika aku menanyakan itu, Hiiragi buru-buru menyembunyikan smartphone di belakang.

“H-Ha? Apa yang kamu katakan, Kisaragi-san? A-Aku senang? T-tidak mungkin aku senang hanya dengan bertukar nomor hp denganmu, kan!? Bahkan mendapatkan nomor hp Kisaragi-san bukan masalah besar! Tidak ada yang namanya sukacita!”

“......Apa kau mengatakan itu?”

Apakah aku akan terluka? Rasanya seperti kaca hati setelah dipatahkan akan dibuang ke tempat sampah. Jika dia tidak menyukainya, bukankah seharusnya tidak perlu bertukar nomor kontak.

“K-kalau begitu. Ayo cepat pulang atau kita akan terlambat makan malam!"

Mengatakan itu, Hiiragi mengambil langkah kecil di depanku.

Saat aku melihat sosok Hiiragi dari belakang, aku menghela nafas dan mengikutinya.

"... Ah!"

Seolah-olah mengingat sesuatu, Hiiragi berhenti dan berbicara pelan.

"Ada apa, Hiiragi? Apa ada yang ketinggalan?”

“Tidak, bukan itu. Aku lupa bahwa aku harus pergi berbelanja……”

"Oh, benar juga. Kemarin kau datang untuk makan di rumahku karena kau tidak punya apa-apa, kan?"

"M-Mnm ……”

Hiiragi mengatakan itu sambil terlihat menyesal.

Jika dia tidak membeli barang yang dia butuhkan hari ini. Itu artinya, dia tidak punya apa-apa untuk di makan, kan?

Jika dia berpisah denganku di sini. Apakah dia akan pergi berbelanja sendirian?

Tapi, bukankah Hiragi takut gelap?

Apa tidak apa-apa membiarkan Hiiragi berbelanja sendiran? Haruskah aku menemaninya..?

Sejujurnya, tidak ada alasan bagiku untuk berbelanja, tapi......

"Kalau begitu, aku akan ikut denganmu."

“Iyakah!? Terima kasih!"

Saat aku mengatakan itu, wajah yang tadinya terlihat menyesal benar-benar berubah menjadi bahagia dan menoleh ke arahku.

Lagipula, aku tidak bisa membiarkan seorang gadis seperti Hiragi pulang malam sendirian. Terlalu berbahaya membiarkan dia sendirian

“Seperti yang diharapkan, Kisaragi-san adalah orang yang baik!”

......Berbicara seperti ini, anak laki-laki mana pun akan melakukan hal yang sama, tidak salah lagi.

Di sisi lain, saat aku melihat ekspresi bahagia Hiiragi. Entah kenapa, jantungku berdetak kencang.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin pergi berbelanja sesekali."

“Fufu, yang bener~...”

Untuk menyembunyikan rasa maluku, aku melangkah di depannya.

Di belakang, Hiiragi tersenyum lembut saat dia mengikutiku.

......Aa, sial. Wajahku panas.

‎‎◆ ◆ ◆

Beberapa menit setelah berjalan kaki, akhirnya kami sampai ke toserba terdekat, supermarket di sini buka sampai jam 11 malam.

Kami mengambil keranjang belanja dan berkeliling di dalam toserba.

Untuk saat ini, aku mengikuti Hiragi membeli apa yang dia butuhkan.

Dan....

"Hei, Hiragi. Kenapa kau malah langsung mengambil itu?"

“Ugh..! N-Nggak apa-apa, kan? Lagipula, ini enak.."

Dia langsung pergi ke area makanan instan atau lebih tepatnya, Hiragi mengambil beberapa cup ramen.

Apa kau serius? Kau datang ke sini hanya untuk membeli itu? Seberapa sukanya kau dengan cup ramen itu?

"Makanan ini sangat praktis. Kamu cukup menuangkan air saja."

Dia mengatakan kalimat seperti anak kecil dengan mata serius.

“Haa, apa kau itu bocah SD 'kah? Jika kau makan cup ramen saja, itu tidak akan cukup. Lagipula, tidak baik untuk tubuhmu, kau tahu?"

"M-Mau bagaiaman lagi.. A-aku hanya bisa membuat ini.." kata Hiragi, menggembungnkan pipinya.

...... Aku ingin tahu, Apa yang akan dipikirkan teman sekelasnya jika mereka melihat adegan ini? Gadis Suci yang terkesan sempurna, tetapi sebenarnya dia payah dalam hal memasak. Aku yakin semua orang akan kaget melihatnya.

Meskipun Hiragi masih beberapa bulan memulai hidup mandiri. Tapi, jika dia terus menjalani hidupnya hanya dengan mie cup saja, suatu hari dia akan jatuh sakit.

..... Apa yang harus kulakukan?

Tentunya, aku tidak bisa meninggalkan Hiiragi begitu saja kan, kan?

"Hei, Hiragi……"

"Mnm?"

“Kalau kau mau, aku bisa mengajarimu cara memasak dengan benar, sehingga kau tidak perlu lagi makan makanan itu. Bagiamana?"

“……”

Saat aku membuat saran itu, Hiiragi melebarkan matanya dan terdiam.

Sialan, apa aku mengatakan sesuatu yang salah……!?

Pastinya, Hiiragi akan merasa enggan diajar oleh anak laki-laki.

Jika dia belajar memasak denganku. Tentu saja, hanya ada kami berdua di sana. Mungkinkah dia mengkhawatirkan hal itu?

Jika itu masalahnya, aku harus menjelaskannya dengan benar..

“J-Jangan salah paham dulu.. Aku tidak bermaksud apa-apa! Hora, kalau kau terus makana cup ramen, itu tidak baik untuk tubuhmu, kan? Kau bisa saja jatuh sakit. Itu sebabnya, aku akan mengajarimu cara memasaka. Oh, tentu saja. Bukan hanya kau yang belajar memasak. Aku juga ingin belajar bersih-bersih darimu."

Setelah aku mengatakan itu, Hiragi hanya berdiri di sana menatapku dengan tatapan tidak percaya, seolah-olah dia melihat sesuatu yang langka.

"Fufu~"

"A-Apa? Apa ada hal yang lucu?"

“Tidak, aku hanya sedikit terkejut. Terima kasih karena sudah mengkhawatirkanku, Kisaragi-san.."

"Y-yah. Bagaiamanapun, kita teman dan kita juga tinggal di satu apartemen. Jadi, jelas aku sedikit mengkhawatirkanmu."

"Kalau begitu, dengan senang hati... aku menerima tawaranmu." kata Hiragi, tersenyum padaku.

"Ah, benar juga. Aku akan membeli beberpa bahan makan untuk itu."

"Kalau begitu, biar aku saja yang membayar bahan makanan yang akan kita beli itu."

"Tidak perlu. Itu juga untuk kepentinganku sendiri."

"Tidak, Kisaragi-san sudah banyak membantuku. Jadi, biarka aku membalasnya."

"Tidak usah, aku akan membayarnya sendiri."

Saat aku mengatakan itu, Hiiragi mendekat dan mengangkat jari telunjuknya.

"Tidak! Biar aku saja! Kisaragi-san sudah banyak membantuku!"

"Jika soal itu, kau juga membantuku membersihkan kamarku.."

“Ini dan itu berbeda!"

Hiiragi menolak untuk menyerah.

Aku pernah mendengar bahwa anak perempuan memiliki kecenderungan tidak menghabiskan uang mereka. Mungkin, Hiiragi merasa bersalah tentang itu dan berkata [akan menghabiskan semua uangnya].

Namun, membiarkan seorang gadis membayarnya sama sekali tidak terlihat seperti laki-laki.

Bukannya aku ingin terlihat keren. Tapi, jika aku tidak membayarnya itu membuatku terlihat menyedihkan.

"Tidak, sudah kubilang satu atau dua tidak akan ada bedanya."

"Meski begitu, aku yang bayar!”

"Aku saja."

"Aku!"

"Maaf mengganggu waktu kalian. Tapi, bisakah kalian tidak membuat keributan di sini?"

""M-Maaf...""

Sementara kami berdebat satu sama lain, kami tidak menyadari bahwa orang-orang di sekitar kami mulai memperhatikan kami. 

"(Lihat, kau mengganggu orang lain, kan?)"

"(Itu karena Kisaragi-san keras kepala)"

"(Begini saja. Bagaimana kalau kita patungan saja?)"

"(B-baiklah...)"

Setelah beberapa saat, kami dengan cepat meninggalkan tempat itu agar tidak mengganggu pelanggan lainnya.

Pada akhirnya, kami memutuskan untuk patungan membeli bahan-bahannya.

......Kami juga meminta maaf karena menyebabkan keributan ini.

‎◆ ◆ ◆

"Um, Kisaragi-san..."

"Hm?"

"Jadi, kapan kamu mulai mengajariku memasak?"

Setelah kami meninggalkan area makanan instan, kami melihat-lihat bagian dalam supermarket.

“Ah, soal itu... Kapanpun aku bisa, tetapi bagaimana denganmu?"

"K-kalau begitu, aku akan senang kalau kamu mulai mengajariku hari ini……”

“Hari ini ya… Tapi, aku masih memiliki kotak makan siangku."

Jka aku ingin mengajarinya. Aku ingin makanan yang dimasak dimakan pada hari itu.

Tapi, karena pada jam istirahat makan siang di sekolah aku makan di kantin sekolah. Jadi, bentou yang kubawa masih ada. 

Ini bukan waktu yang tepat.

"Ah, tapi.. Jika hari ini kamu nggak bisa, maka tidak apa-apa. Lagipula, aku yang memintamu mengajariku memasak."

Setelah mengatakan itu, Hiiragi menyeringai.

“Meskipun kau mengatakan itu.. Kalau aku tidak mengajarimu memasak hari ini, kau pasti akan makan cup ramen lagi, kan?"

“Ugh..! N-Nggak kok." kata Hiiragi, mengalihkan pandangannya dariku.

"Hmm.. Lalu, bisakah kau jelaskan padaku apa yang kau pegang itu?"

Aku bisa melihat bahwa dia menyembunyikan cup ramen dariku.

“A-Ah, ini.. Kupikir ini akan menjadi referensi saat memasak……”

"Ha?"

Cukup rebus air, lalu tuangkan.. Apa yang bisa kau daptkan dari itu?

“Taruh kembali cup ramen yang kau ambil itu. Makan makanan instan seperti ini tidak baik bagi tubuhmu.." kataku, meraih cup ramen dari tangan Hiragi.

“Ah~! Cup ramen favoritku!"

Aku benar-benar khawatir tentang gadis ini ……

"Dengar, ya.."

"Hmph."

Gadis ini, apakah dia benar-benar gadis SMA? Tingkah lakunya benar-benar mirip anak sekolah dasar.

“Oke, aku akan mengajarimu memasak mulai hari ini. Tentu saja, saat kau diajari olehku, kau dilarang makam cup ramen ini.."

“Eeee~, kenapa~……”

Saat aku mengatakan itu, Hiiragi menjatuhkan bahunya dengan kecewa.

Apa kau benar-benar suka dengan cup ramen ini? Apa yang di ajarkan oleh orang tuanya sih? Meskipun aku bukan keluarganya, tetapi aku sangat khawatir padanya.

"Untuk hari ini, kita akan membuat sesuatu yang sederhana. Agar kau bisa mengingatnya.."

"......"

"Hei, apa kau dengar yang kukatakan?"

Hiragi, dia tampaknya dalam mood yang buruk..

Astaga, kau ini 'ya .....

"Haa, baiklah.. Kau boleh mengambil cup ramen yang kau suka.."

"Benarkah!? Yay~"

Dengan senyum kekanak-kanakan, Hiragi mengambil beberapa cup ramen, lalu menaruhnya di keranjang belanjaan.

‎◆ ◆ ◆

Setelah menyelesaikan keperluan kami, kami meninggalkan toserba sambil membawa belanjaan kami.

Pada akhirnya, aku membeli sejumlah bahan yang sepertinya menumpuk di lemari es yang awalnya hanya untuk satu orang di rumah.

......Nah, rumah tanpa cup ramen itu sekarang memiliki satu cup ramen lagi.

“Um, Kisaragi-san.. di rumah siapa kita akan belajar memasak?" kata Hiiragi, meraih bajuku tampak sedikit gelisah.

.... Dia benar-benae takut gelap, ya?

Dia sudah seperti ini sejak kami meninggalkan toserba.

Saat Hiiragi melihat kegelapan di luar, bahunya yang kecil bergetar dan memegang lengan bajuku seperti ini.

Aku tidak menyangka dia akan setakut ini.

Kupikir, dia takut karena keheningan sekitarnya atau takut dalam keadaan berjalan sendirian tanpa ada orang di sekitar, bahkan lampu jalan.

Namun, saat ini, orang dapat dilihat di sana-sini, lampu jalan juga memancarkan cahaya redup.

Tetap saja, gadis kecil itu ketakutan. Aku tahu karena Hiragi memegang lengan bajuku dengan tangannya yang gemetar.

"Hmm, kurasa kita akan belajar memasak di rumahku dulu."

Aku membuka mulutku dengan suara lembut, untuk menenangkan Hiiragi yang ketakutan.

"B-begitukah?"

“Ya. Lagipula, kau tidak memiliki peralatan memasak yang memadai, kan?"

"M-Mnm..."

"Ada satu, ketel.."

"Lah, itu kan cuma buat masak air."

Jika hanya itu, bukankah seluruh dunia akan penuh dengan makanan instan.

"Lain kali, kita akan membeli beberapa peralatan memasak untukmu."

"Eh? Kamu ingin membantuku sejauh itu..?"

“Tentu, aku sangat serius ingin mengajarimu memasak. Kesampingkan itu, lain kali kita pergi di pagi hari saja."

Mengatakan itu, aku menggunakan tanganku yang bebas untuk menggenggam tangan Hiragi.

".....!"

Awalnya Hiragi sedikit terkejut dengan gerakanku yang begitu tiba-tiba. Namun, aku dengan lembut meraih tangan itu.

“Terima kasih, Kisaragi-san……”

"Tentang apa?"

"Tidak……"

Kemudian, Hiiragi tersenyum ringan dengan ekspresi lega.

Dan kemudian, Hiiragi meraih tanganku lagi.

Aku tidak bisa lagi merasakan gemetar di tangan yang kupegang.

Apakah aku akan baik-baik saja? Tidak ada teman sekelas kami yang melihatku, kan?

Berpegangan tangan dengan gadis populer seperti ini.

Padahal kita baru menjadi teman dekat beberapa hari yang lalu.

.... Apa boleh melakukan ini?

Dengan pikiran seperti itu, aku melihat ke samping.

Di sana, aku melihat wajahnya memerah.

Apakah dia merasa terganggu? Tidak, kurasa dia sedikit malu, kan?

Hei, Hiragi-san.. Jika kau merasa malu seperti itu, itu juga membuatku malu.

Pada akhirnya, kami bisa melanjutkan perjalanan pulang dengan berpegangan tangan.




|| Previous || Next Chapter ||
6 comments

6 comments

  • Rztgk
    Rztgk
    11/2/22 00:20
    Mantap
    Reply
  • Oniscorn
    Oniscorn
    10/2/22 21:18
    Lanjut
    Reply
  • Arcturus
    Arcturus
    10/2/22 20:18
    Ugh damagenya
    >\\\<
    Reply
  • 8man
    8man
    10/2/22 19:19
    Ditunggu lanjutannya min
    Reply
  • Tear
    Tear
    10/2/22 18:58
    Uggggh manisnya
    Reply
  • Trawacha
    Trawacha
    10/2/22 17:43
    lanjut min
    Reply
close